WEBSITE RESMI KSP KOPDIT SUKA DAMAI
SHARE :

Sejarah



Bermula di Kampung Suka Bangka

Suka Bangka adalah sebuah kampung di daerah Kolang, kecamatan Kuwus, kabupaten Manggarai Barat. Dari sisi topografi kampung itu berada di kemiringan. Sebagian terbesar penduduknya adalah para petani. Sawah dan ladang berhamparan. Pada musim panen, warna kuning keemasan padi yang menguning menjadi warna dominan. Seolah bentangan karpet emas di atas padang savana. Hawanya sejuk. Banyak curah hujan sehingga daerah ini hijau sepanjang tahun.

Secara administrative, pada saat sekarang, kampung Suka Bangka berada di desa Compang Suka, Kecamatan Kuwus. Kecamatan Kuwus terletak pada bagian paling timur dari Kabupaten Manggarai Barat setelah Kecamatan Ndoso dengan jarak sekitar 130 km dari Labuan Bajo ibu kota Kabupaten Manggarai Barat. Luas wilayah Kecamatan Kuwus setelah pemekaran kurang lebih 107,52 km² yang terdiri atas Hutan Negara 5%, Daerah Bukit 55%, Daerah Lembah 25%, Daerah Aliran Sungai 10%, Daerah Pemukiman 3% dan Daerah Rawa 0,5%. Lebih dari 90% wilayah Kecamatan Kuwus terdiri dari daerah perbukitan dan pegunungan dan sebagian kecil dataran. Sungai yang terdapat di Kecamatan Kuwus antara lain Sungai Wae Impor yang menuju ke Kecamatan Welak, Wae Ri’i, Wae Kode dan Wae Uwu yang menuju ke Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai.

Selain berkebun, petani-petani di Suka memiliki ketrampilan menyadap air nirah dari pohon enau. Hal mana juga dilakukan oleh penduduk sekitarnya. Air nirah itu diolah dalam dua bentuk. Pertama, airnya bisa dibuatkan tuak sopi (arak, minuman beralkohol). Tuak sopi dari Suka juga dikenal sebagai penghasil tuak terbaik. Kedua, airnya dimasak menjadi gola malang (gula aren). Oleh karena banyaknya warga yang memasak gula aren ini, kampung Suka, bersama kampung-kampung sekitarnya dikenal sebagai penghasil gola malang.

Di era 1990-an, kendati menghasilkan padi, ubi-ubian, jagung, juga memproduksi tuak sopi dan gola malang, memiliki tanaman perdagangan seperti kemiri, coklat dan kopi, kampung Suka termasuk salah satu kampung yang masih jauh dari jamahan perkembangan dan kemajuan modern. Peredaran uang yang kurang, perekonomian yang masih belum berkembang, transaksi yang minim, menyebabkan masyarakat susah memeroleh uang. Sementara itu, begitu banyak kebutuhan yang dipenuhi dengan system pembayaran tunai. Anak-anak sekolah yang melanjutkan pendidikan di kota adalah subjek pertama yang paling membutuhkan uang tunai. Demikian halnya pembelian bahan sandang dan papan non local juga memerlukan uang tunai.

Di sinilah persoalan muncul. Ada begitu banyak yang memerlukan uang tunai sementara persediaan uang sangat terbatas. Selain itu, oleh karena kesulitan moda transportasi ke kota untuk menjual hasil pertanian dan perkebunan, maka semakin langkalah uang. Ruang inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk membungakan uang dengan bunga cukup tinggi dan membangun sistim ijon. Melalui sistim ijon, hasil pertanian sudah terbeli sebelum dipanen. Tentu nilai hasil panen di bawah harga standar. Prinsip masyarakat, yang penting saya memeroleh uang secukupnya. Walau dengan penuh sesal menyerahkan hasil panen kepada pemilik uang, namun karena sudah menerima uang darinya, hal itu dianggap lumrah.

Membangun UBSP

Demikian halnya dengan membungakan uang dengan bunga yang tinggi. Bunganya variatif: 5%-10% tergantung lamanya pengembalian pinjaman. “Kami menyadari bahwa situasi kemiskinan ini tidak boleh berlanjut. Banyak orang terjerat hutang. Mereka putus asa. Mereka katakan, kita ini hidup dan bekerja hanya untuk memperkaya orang kaya. Lalu, kami para guru juga mengalami nasib yang sama. Sebagai guru swasta penghasilan kami tidak seberapa, namun jumlah kebutuhan kami sangat banyak. Alhasil, saya bersama istri berinisiatif mendirikan UBSP (Usaha Bersama Simpan Pinjam)”, jelas Drs. Lambertus Jeharu

Kesadaran semacam ini merupakan pembacaan dan refleksi atas kenyataan tertindas. Sebuah temuan cemerlang bahwasannya, kemiskinan bukanlah nasib melainkan fakta yang harus segera diatasi. “Kami mulai merencanakan untuk mengajak sesama rekan guru, anggota keluarga agar mau bergabung. Kebetulan waktu saya kuliah di Kupang, saya membantu Romo Pit Olin Pr untuk mengatur pembukuan UBSP. Jadi, saya memiliki sedikit pengetahuan untuk menjalankan usaha ini”, jelas ibu Bonatria. Satiman, S.Pd

Niat yang luhur dan suci ini kemudian selaras dengan kerinduan paling hakiki dari masyarakat di Suka. Karena itu, dalam tempo singkat, direncanakan pertemuan untuk membahas UBSP. “Hadir waktu pertemuan itu 12 orang. Masing-masing sepakat untuk menyerahkan uang pangkal, sumbangan wajib dan sumbangan sukarela. Kami sangat optimis, apa yang kami mulai ini akan berhasil, bukan hanya memenuhi kebutuhan anggotanya, tetapi juga, jika bisa kebutuhan masyarakat yang lebih luas”, ujar ibu Bonatria.

Jumlah uang yang terkumpul untuk memulai UBSP ini adalah Rp. 800.000. jumlah uang yang pada saat itu cukup besar. Setiap bulan anggota berkumpul dari rumah ke rumah. Tujuannya ada dua: untuk saling mengunjungi dan menjalankan UBSP. Hasilnya memang menggembirakan. Walau skalanya kecil, setidaknya dapat memenuhi sebagian kebutuhan anggota akan uang.

Perjalanan UBSP ini tidaklah mulus. Sejak awal ada juga yang meragukan keberhasilannya. Ada orang yang diajak untuk menjadi anggota mulai dengan pertanyaan yang penuh sangsi: “Asa keta ta?” (Yang benar saja?) Hal ini memang wajar. Banyak usaha sejenis gulung tikar, hilang jejak dengan meninggalkan persoalan akut raibnya uang anggota. Anggota-anggota merasa kecewa. Tujuan tidak tercapai. Harapan menjadi kandas. “Kami sejak awal sadar hal ini pasti berpotensi gagal. Namun kami lihat ada dua hal yang menjadi pemandu arah yakni niat tulus dan kejujuran. Niat tulus kami berdua adalah menolong diri sendiri dan sesama yang sama-sama berkekurangan. Tata kelola yang jujur, transparan, akuntabel adalah parameter nilai manajemen utama. Niat tulus saja tidak cukup. Tanpa kejujuran maka manipulasi akan membawa UBSP ini ke jurang kehancuran”, jelas Ibu Bonatria.

Dalam perjalanan waktu, diketahui bahwa komitmen dan kekompakan semua anggota adalah prasyarat mutlak. Anggota berkomitmen untuk menyimpan uang secara teratur, meminjam bijaksana dan mengembalikan kewajiban dengan tepat waktu. “Kami lihat bahwa anggota bersemangat. Kami yang menginisiatif UBSPpun menjadi lebih semangat lagi. Kami selalu memberi semangat, memotivasi bahkan menegur jika ada anggota yang mulai lalai. Karena itu, kami menemukan keberhasilan di akhir tahun melalui pemberian penghargaan kepada semua anggota UBSP dalam rupa SHU (Sisa Hasil usaha)”, kenang Bapak Lambert.

Nama “Suka Damai”

UBSP ini diberi nama Suka Damai. Kata “Suka” itu sebenarnya ada dalam dua arti. Pertama, nama kampung Suka. Kedua, kata ini oleh Kamus Umum Bahasa Indonesia diberi arti: Suka berarti girang hati, senang hati. Untuk apa? Untuk membangun kehidupan yang damai. Kedamaian menjadi salah satu tujuan (finality). Ia bukan saja sebuah situasi atau kondisi, melainkan lebih dari itu, suatu kenyataan universal yang menjadi isi hakikat kemanusiaan dan kehidupannya.

Memang di kemudian hari nama ini memiliki akronim: Suka Damai (Simpanan Untuk Kesejahteraan Anggota dan Kemajuan Insani). “Pak Lambert suka sekali membuat akronim. Kepanjangan dari Suka Damai pak Lambert yang buat”, jelas Bapak Kornelis Pandur. Namun utamanya adalah prinsip hidup damai. Ketika manusia memiliki ketercukupan di segala aspek kehidupan, pada saat itulah dia akan merasakan kedamaian. Nama ini juga menginspirasi pergerakan tim untuk selalu membangun kehidupan bersama yang akur, selaras dan seimbang. Ada perbedaan, tentu harus diakui. Pluriformitas menjadi fakta tak terbantahkan. Bagaimana menjalin semua perbedaan untuk mencapai tujuan bersama, itulah yang menjadi tugas pengurus UBSP, menjadi jembatan bagi semua anggota.

“Kami selalu bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Kami saling mendengarkan. Namun ada juga hal yang kami harus percayakan kepada pengelola untuk memutuskan, demi kepentingan organisasi, hal-hal khusus dan urgen. Kami percaya bahwa pengurus memiliki kepekaan dan pilihan sikap dasar yang menguntungkan UBSP”, jelas Fransiskus Katur, salah seorang anggota UBSP.

Seperti namanya, UBSP ini berjalan dalam laju yang cukup pasti dalam kedamaian. Pertumbuhan anggota dan modal sejalan dengan kiat dan usaha anggota dan pengurus untuk mempromosikannya. Dalam tempo 2 tahun, UBSP ini memiliki modal sebesar Rp. 35.000.000. Angka yang fantastis di tahun itu.

Sumber : https://kanisiusdeki.blogspot.com/2019/05/koperasi-kredit-suka-damai.html